Mas Sehat | Blog Tentang Kesehatan | Mas Sehat ~ Blog Tentang Kesehatan | www.mas-sehat.com

Recent Comments

Pengalaman Pertama Mendampingi Pesantren Ramadhan

Jakarta- 26 Agustus 2010. Menjadi seorang pendamping di Pesantren Ramadhan merupakan pengalaman pertama yang sangat menyenangkan bagi saya. Awalnya saya diajak oleh Kak Baduy untuk menjadi salah seorang pendamping anak jalanan. Saya langsung tertarik untuk mengikuti kegiatan Ramadhan itu, tanpa berkata – kata saya langsung mengiyakan ajakan Kak Baduy. Kegiatan Ramadhan itu berlangsung berkat adanya kerjasama antara Yayasan Nanda Dian Nusantara (YNDN) dengan PMII Komisariat Dakwah UIN Jakarta. PMII sebelumnya sudah mengadakan kegiatan ini sebanyak 12 kali dan ini merupakan kegiatan yang ke-13. Kegiatan Ramadhan ini berlangsung selama 7 hari dari tanggal 20-26 Agustus 2010 yang diadakan di Masjid At-Ttin, TMII.
Pendamping bukan saja dari Fakultas Dakwah dan Komunikas, Namun ada juga dari Fakultas Adab dan Humaniora, Fakultas Tarbiyah, Fakultas Kedokteran dan Fakultas lainya. Rombongan pendamping berangkat dengan bus carteran yang dikenal dengan bus sejuta umat (bus koantas 510).
Dipesantren Ramadhan ini Saya bertemu dengan banyak anak kecil yang berasal dari berbagai macam Yayasan Se-JABODETABEK, ada yang dari Yayasan Balarenik (Pulogadung), Yayasan Akurkurnia (Kp.Tengah), Yayasan Nanda Dian Nusantara (Ciputat) dan lainnya. Disini saya mulai berkenalan dengan kelompok saya yang kami beriama kelompok “ Al-Bairuny” yang didalamnya ada Anggi ( sang ketua ),Rio,Randy, Andy, Fikri, Adji, Rere, Witi, Linda, Enid dan Livia. Awalnya jumlah kelompok kami ada 10 orang, berhubung Livia belum dapat kelompok karena sakit. Akhirnya dia masuk kelompok kami. Saya tidak sendiri, ada Mar’ah yang membantu saya dalam mendampingi anak jalanan.
Pada saat Mar’ah pulang, saya sempat kewalahan dalam mengurusi 11 anak sendirian. Ternyata tidak mudah juga menjadi seorang pendamping. Mungkin karena ini adalah pertama kalinya  saya menjadi pendamping.
Pada saat saya sedang menjelaskan materi ada yang asik dengan dirinya sendiri, mengantuk, bercanda. Tapi, semakin saya mengenal mereka saya semakin tahu sifat dan karakter masing-masing anak dan semakin saya dekat dengan mereka semakin mereka dekat dan mendengarkan saya menyampaikan materi. Sifat sabarlah yang kita butuhkan.
Diwaktu senggang saya mengajak Anggi untuk membuat yel-yel kelompok, Anggi adalah seorang anak yang pertama kali mau bercerita kepada saya, umurnya 15 tahun, dia merupakan anak yang tertua di kelompok. Anggi bercerita kenapa dia menjadi seorang pengamen.

Anggi adalah anak pertama dari tiga bersaudara, dia anak yatim. Ayahnya sudah meninggal ketika dia berumur 10 tahun. Pada ayahnya masih hidup kehidupan Anggi tidak seperti sekarang. Anggi dahulu masih bisa bersekolah dan ayahnya sangat melarang keras anaknya mengamen. Anggi pernah ketahuan sedang mengamen dan ayahnya langsung kasih hukuman. Anggi dihukum berdiri di atas sofa da lehernya dililit tali, kalau Anggi bergerak sedikit saja talinya secara otomatis bisa langsung mencekik leher Anggi. Hingga segitunya ayah Anggi melarang putrinya mengamen. Tapi sekarang justru berbalik, Anggi yang menjadi tulang punggung keluarganya. Ibunya sudah tidak bekerja dan Anggi juga yang membayar uang kontrakan yang uangnya didapat dari hasil mengamen. Anggi tidak hanya pengamen jalanan, di yayasan Anggi juga ikut band, dia memegang gitar dan grup bandnya juga sering memenangkan perlombaan. Anggi pernah berkata kepada saya “ sebenarnya kak, saya gag mau ikut Pesantren Ramadhan, Anggi kepikiran mamah, jika Anggi disini nanti nggak ada yang nyari uang, nggak ada yang bantu mamah bayar kontrakan, yang bantu mamah bayar kontrakan siapa kalo buka Anggi ? “ tutur Anggi.
Melihat kehidupan Anggi dan tekadnya membantu orang tuanya, saya menjadi semakin termotivasi untuk terus berusaha belajar, belajar dan belajar untuk bisa membantu dan menjadi kebanggaan orang tua, mungkin karena kita sama-sama anak pertama yang mempunyai tanggung jawab yang besar untuk membantu orang tua dan adik-adik kita.
Cerita kedua dari Rere, Rere itu membuat saya risih melihat tingkah lakunya, setiap saya memberikan materi dia selalu saja bersikap acuh tak acuh, tidak bergairah untuk belajar, duduknya selalu dipojok, tidak banyak bicara dan sibuk sendiri dengan handphonenya. Setiap kelompok latihan yel –yel dia diam dan ketika ditampilkan kedepan dia tidak mau ikut. Akhirnya kelompok menjadi tidak kompak karena satu orang dan jadi tidak seru. Namun, saya semakin penasaran dengan tingkah Rere. Setelah latihan saya dekati dia, berharap dia mau bercerita. Akhirnya usaha saya membuahkan hasil, dia mau bercerita tentang dirinya dan keluarganya.
Saya baru paham, setelah dia bercerita dan lebih dekat dengannya. Ternyata Rere itu pemalu, tidak banyak bicara, oleh karena itu dia lebih suka duduk memojok, setiap latihan yel selalu diam dan tidak mau ikut untuk menampilkan yelnya. Dia juga bilang tidak suka dengan pelajaran agama. Mungkin karena itu, dia dia selalu cuek dan terlihat tidak bergairah ketika saya menyampaikan materi agama. Saya tidak patah semangat dalam mengajarkanya materi agama. Setelah pendekatan itu saya lakukan, akhirnya pelan-pelan dia mulai mau mendengarkan dan semangat memperhatikan materi-materi agama yang saya sampaikan. Tidak hanya itu, dia juga sudah bisa bergaul dengan teman-temanya. Dia juga bercerita tentang keluarganya, ayah dan ibunya telah bercerai, mugkin dampaknya dia menjadi pendiam.


Saya sedih mendengar ceritanya, sayapun miris mendengar dia belum hafal niat wudhu dan do’a setelah wudhu. Padahal umurnya sudah 14 tahun. Dia juga bercerita, ketika dirumah dia tidak sholat dan tidak pernah ditegur oleh mamahnya ketika tidak sholat.. dia berjanji kepada saya. Jika dia punya buku panduan sholat dia mau rajin sholat. Sebelum kami berpisah, saya memberikanya buku panduan sholat dengan harapan dia mau membaca dan mempraktekannya.

Ada satu anak lagi yang selalu mengikuti saya, kemana saja saya pergi. Anak itu namanya Eni. Umurnya 10 tahun. Dia anaknya lucu dan baik. Kelompok kami lebih ramai ketika kelompok kami digabung dengan kelompok lain dan nama kelompokpun diganti menjadi “ Sunan Gunung Jati “.
Pengalaman pertama yang sangat memberikan saya banyak pelajaran. Disini sangat terasa sekali peran orang tua sekaligus guru bagi mereka. Saya berharap mereka menjadi anak yang berguna bagi kedua orang tua, Negara dan orang-orang terdekat. Dan juga menjadi anak –anak yang sholeh dan sholehah, taat kepada agama. Amin.
Sukses selalu untuk kalian adik-adik ku. Terimakasih juga kepada Yayasan Nanda Dian Nusantara (YNDN) dan PMII Komisariat Fakultas Dakwah dan Komunikasi, Bang Pacun, Bang Firman dan seluruh instansi yang terkait didalamnya.
Tanpa kalian kegiatan Pesantren Ramadhan ini tidak akan berlangsung.
Bye : Ellyati Hasanah (Elly)
Ditulis ulang dengan editan seperlunya oleh Didi Triadi.  
Terima kasih telah membaca artikel tentang Pengalaman Pertama Mendampingi Pesantren Ramadhan di blog Didi Triadi jika anda ingin menyebar luaskan artikel ini di mohon untuk mencantumkan link sebagai Sumbernya, dan bila artikel ini bermanfaat silakan bookmark halaman ini diwebbroswer anda, dengan cara menekan Ctrl + D pada tombol keyboard anda.

Artikel terbaru :

Mas Sehat | Blog Tentang Kesehatan | Mas Sehat ~ Blog Tentang Kesehatan | www.mas-sehat.com